Bedah Prospek Bisnis : Peluang Membuka Usaha Warnet
Warnet, meskipun sudah banyak orang yang menekuni bisnis ini namun
peluangnya masih terbuka lebar. Hingga saya menulis artikel ini, masih
banyak orang yang tetap tertarik untuk
buka usaha warnet.
Mungkin karena masih terbatas dan mahalnya akses internet membuat
bisnis warnet tetap cerah. Selain itu bagi sebagian orang, komputer
sebagai alat untuk mengakses internet masih terhitung mahal.
Anda tidak percaya? Ok, akan saya jelaskan. Mungkin bagi anda yang
tinggal di kota-kota besar, anda bisa berlangganan internet hanya dengan
membayar 99 ribu rupiah per bulan.
Tapi jika anda tinggal di ujung Papua, anda bisa mengeluarkan biaya
hingga 3 juta rupiah hanya untuk mendapatkan akses internet 64kbps via
VSAT. So kesimpulannya, harga akses internet belum terhitung murah untuk
seluruh daerah di Indonesia. Belum lagi harga PC (baca : komputer) yang
masih berkutat di atas 2,5 juta rupiah.
Nggak semua orang mampu beli lho. Bahkan di kota besar pun masih
banyak orang yang belum bisa membeli komputer senilai yang saya sebutkan
di atas. Saya punya 2 orang teman, yang satu baru bisa beli komputer
beberapa waktu yang lalu. Padahal dia sudah ingin beli bertahun-tahun
lamanya. Yang satunya sampai sekarang masih belum bisa beli…
.
Walaupun prospek bisnis warnet masih terbuka, banyak orang yang
menilai bahwa warnet sudah mulai ditinggalkan konsumennya. Mereka
menganggap bahwa ada ancaman yang serius yang mulai menganggu
kelangsungan hidup bisnis warnet.
Pertama, mulai bermunculan akses free wifi atau hotspot. Kedua,
kampus-kampus mulai memberikan akses internet bagi civitas akademikanya.
Ketiga, perusahaan atau kantor-kantor-pun berlomba-lomba memasang
internet karena mereka menganggap internet sudah menjadi kebutuhan
primer.
Terakhir, mulai beroperasinya Jardiknas (Jaringan Pendidikan
Nasional) di sekolah-sekolah. Kalau gitu, berarti benar kata orang kalau
bisnis warnet sudah mengalami penurunan dong? Belum tentu gan!
Perlu anda ketahui bahwa fasilitas-fasilitas di atas banyak memiliki
kelemahan dan keterbatasan. Ambil contoh hotspotan di cafe-cafe. Saya
jarang menemukan cafe-cafe tersebut punya akses internet dengan
kecepatan yang tinggi.
Dan lagi, akhir-akhir ini banyak cafe-cafe yang baru mau memberikan
akses internet gratis jika anda membeli minuman atau makanan senilai
batas pembelian minimum yang mereka tetapkan. Mungkin karena di Jogja
banyak mahasiswa yang hanya pesan es teh seharga 2500 rupiah terus
ngendon aja di café tersebut sampai subuh…
Back to the topic, masalahnya adalah, kalau ada konsumen yang ingin
akses internet hanya sebentar untuk cek email, masak konsumen tersebut
akan bela-belain duduk di cafe kemudian beli makanan atau minuman yang
harganya selangit? Dan berita terakhir yang saya ketahui dari detikinet,
ratusan hotspot ternyata tidak mampu memikat penggunanya.
Terus kalau akses gratis internet di kampus, di kantor atau di
sekolah gimana? Kan gratis juga tuh… Gud kuestion… Saya pernah
menggunakan akses gratis di kampus UGM. Anda tahu kapan saya aksesnya?
Jam 5 pagi! Jadi minimal saya punya pengalaman lah merasakan akses
internet di kampus.
Menurut saya, walaupun akses internet di kampus gratis, tetap saja
banyak kelemahannya. Pertama, waktu. Rata-rata akses internet di kampus
hanya bias diakses pada waktu jam belajar mengajar. Kedua, kenyamanan
dan privasi. Jika menggunakan akses internet di kampus, tempat yang
disediakan kurang nyaman jika dibandingkan dengan ruang di warnet.
Belum kalau orangnya agak risian apabila koneksi dilihat banyak
orang. Hal itu juga terjadi baik menggunakan akses internet di kantor
maupun di sekolah. Karena pada intinya adalah akses internet baik di
kantor, sekolah dan di kantor tidak bisa anda gunakan setiap saat.
Lalu sebenarnya bagaimana sih prospek bisnis warnet ini? Saya akan
kutipkan pernyataan dari mas Irwin Day, pakar bisnis per-warnet-an.
Menurutnya, musuh utama
kegagalan dalam membangun bisnis warnet adalah dirinya sendiri.
Kurangnya visi dalam mengelola bisnis dan terjebak kepada
asumsi-asumsi dan akhirnya terjebak ke lemahnya daya saing yang berujung
ke bangkrut atau tutupnya warnet. Lemahnya visi bisa dilihat dari tidak
berubahnya model bisnis warnet dari tahun ke tahun.
Sejak kita mulai mengenal warnet hingga sekarang, model bisnisnya
tidak lebih dari menjual kembali/reseller akses internet. Dari sisi
pelayanan pun tidak berubah, bahkan cenderung statis.
Ini tentu kontras dengan kenyataan bahwa internet sendiri adalah
tempat dimana individu-individu saling terhubung, berinteraksi,
berkolaborasi dan menghasilkan sesuatu layanan yang sulit dikerjakan
secara individualistis.
Kata “net” yang berarti jaringan tidak dihayati oleh warnet-warnet,
mereka asik dengan keterkungkungan di tempat mereka (secara tidak sadar)
justru terhubung dengan mudahnya.
Prospek atau tidak warnet bukanlah dari bisnis warnet itu sendiri,
tapi bagaimana mengelola dan membawa bisnis itu menjadi sebuah layanan
yang tetap dibutuhkan masyarakat. Inilah yang kurang digali oleh
warnet-warnet.
Sekali warnet mampu memberikan layanan (berbasis IP) yang bagus dan
dibutuhkan oleh masyarakat maka prospek bisnis pun akan cerah. Cuma
syaratnya adalah: terhubung, interaksi, dan kolaborasi. Bukan berjalan
secara individual, tapi
membangun tim bisnis yang kuat.
Tapi ada baiknya ada jangan percaya mentah-mentah
analisa usaha warnet saya ini. Anda bisa lakukan sendiri
riset pasar di daerah dimana anda ingin membuka usaha warnet. Anda buat demografinya, anda analisa
segmentasi pasar-nya, kemudian anda
tentukan target pasar-nya, oke? Sekarang, kalau menurut anda bagaimana
prospek usaha warnet ke depan?
(sumber gambar : taro328.wordpress.com)